OK TERCIPTA DARI BAHASA PLESETAN
Selasa, 10 Januari 2012
OK adalah istilah populer yang kurang lebih sama artinya dengan ‘iya’ dalam bahasa Indonesia. Istilah tersebut sudah sangat populer dan senantiasa diungkapkan untuk menunjukkan tanda setuju. Meski tidak mengenal bahasa Inggris dengan baik, hampir setiap orang bisa memahami arti kata OK. Istilah tersebut sudah menjadi seperti simbol universal.
Menurut kinglishschool.com, kata OK pertama kali digunakan pada tahun 1838 oleh koran Boston. Koran ini memang saat itu dikenal paling suka menggunakan singkatan-singkatan untuk menonjolkan istilah tertentu. Penggunaan banyak singkatan ini, tidak lain adalah untuk menarik perhatian para pembaca harian tersebut.
Salah satu singkatan yang saat itu dipopulerkan adalah IDN yang merupakan kepanjangan dari I don’t know (saya tidak tahu). Namun istilah tersebut tidak sampai sepopuler OK. Istilah IDN hanya dimengerti oleh kalangan tertentu.
Sebenarnya, kata OK sendiri merupakan singkatan yang diplesetkan dari OW. Di masa sebelum lahir OK, istilah yang digunakan untuk menyatakan setuju adalah OW yang merupakan kepanjangan dari all right (dibaca: oll wright). Oleh koran Boston, istilah OW ini diplesetkan menjadi OK yang awalnya merupakan kepanjangan dari all correct (dibaca: oll korrek).
Setelah muncul pertama kali tahun 1838, istilah OK sempat tidak populer. Istilah ini kembali menjadi populer setelah Martin Van Buren yang maju untuk masa jabatan kedua sebagai presiden Amerika di tahun 1840-an. Dalam kampanye-kampanyenya, Martin menggunakan kata OK yang sebenarnya dijadikan singkatan dari Old Kinderhook. Nama Kinderhook adalah nama kampung kelahirannya.
Dalam pemilihan untuk masa jabatan kedua ini, Martin gagal menduduki kursi kepresidenan Amerika. Namun, setelah itu istilah OK kembali digunakan banyak orang, dan makin lama semakin populer untuk menunjukkan tanda setuju. Beberapa program komputer juga menjadikan istilah OK sebagai pengganti kata yes.
Terjun Bunuh Diri, Tren di 2011
Sabtu, 31 Desember 2011
Kasus bunuh diri di Jakarta terus mengalami peningkatan. Aksi terjun bebas dari gedung bertingkat menjadi tren dalam beberapa tahun terakhir. Tidak sedikit dari mereka yang nekad melakukan aksi ini adalah orang dari kalangan ekonomi mapan. Bunuh diri saat ini bukan hanya milik orang miskin saja.
Catatan Polda Metro Jaya, kasus bunuh diri dengan cara menggantung diri masih yang terbanyak. Disusul kemudian cara mengakhiri hidup dengan terjun bebas di pusat perbelanjaan dan lompat dari apartemen.
Hingga November 2011, ada 102 orang yang mengakhiri hidup karena berbagai masalah. Soal asmara masih jadi alasan klasik dari sebagian pelaku yang tercatat masih remaja.
Jumlah pelaku bunuh diri dengan gantung diri mencapai 76 orang, dan lompat dari gedung tinggi sebanyak delapan orang. Disusul kemudian tembak diri, minum racun, potong nadi, dan bakar diri.
Aksi nekad pada awal tahun, dilakukan Agus Wartono (35) di Blok M Square pada Senin, 3 Januari 2011. Warga Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan itu, diduga kuat lompat dari lantai 6 mal lantaran tidak tahan dengan penyakit stroke ringan yang sudah lama dideritanya.
Sebelum lompat, karyawan bagian tata usaha SMP Islam Al-iklas Cipete, sempat bertanya kepada petugas keamanan mengenai keberadaan mushala. Sekitar pukul 11.35 WIB, Agus terlihat menaiki pagar pembatas yang tingginya hanya satu meter dan melompat.
Esok harinya, seorang pria bernama Hendrik Cendana lompat dari lantai tiga Mal Gajah Mada Plaza, Jakarta Pusat. Hendrik merupakan pemilik bengkel dinamo di kawasan Tambora, Jakarta Pusat. Sebelum kematiannya, Hendrik sempat membuka toko dan berpamitan pergi.
Menurut kerabat korban, selama sepekan ini Hendrik terlihat depresi dan kebingungan. Beberapa bulan sebelumnya, lelaki berusia 41 tahun itu telihat seperti orang yang mengalami gangguan jiwa. Dia mengamuk dan mengancam banyak orang.
Hanya berselang bebera jam, aksi terjun bebas dilakukan Iwan (37) dari lantai 9 Hotel Boetiq, kamar 906, Jalan S Parman, Tomang, Jakarta Barat. Tapi Iwan selamat.
Dari keterangan istri korban, ada sejumlah persoalan keluarga yang membuat Iwan depresi, dan mencoba menyelesaikan dengan cara bunuh diri.
Sementara bunuh diri dengan cara yang sama dilakukan Willy Sadoko Wibowo. Lelaki 30 tahun ini lompat dari Apartemen Istana Hormoni, Jakarta Pusat, pada Selasa, 22 Februari 2011.
Dari keterangan kekasih korban yang bernama Wein Dan, Willy mengalami depresi setelah ajakan nikahnya ditolak Wein. Akibat pengaruh alkohol, akhirnya tanpa pikir panjang dia langsung lompat dari jendela lantai 23 apartemen.
Cerita di balik aksi nekad yang dilakukan Innati Kusumo (52) pada Rabu, 2 Maret 2011, terbilang berbeda dengan kasus lain. Dari hasil penyelidikan polisi, Innati mengalami goncangan emosi yang berkepanjangan setelah memasuki masa menopause atau hilangnya masa kesuburan.
Innati terjun bebas dari lantai 21 Apartemen Mediterania Regency, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sebelum bunuh diri, Innati sempat menghubungi suaminya dan berpesan untuk menjaga tiga anaknya.
Kasus bunuh diri di Jakarta hampir terjadi dua kali dalam satu bulan. Jelang akhir tahun, kejadian bunuh diri dengan cara lompat dari pusat belanja juga sering terjadi.
Pada Kamis, 29 September 2011, pemuda 22 tahun bernama Tjen Alvin, mengakhiri hidup dengan cara lompat dari lantai tujuh Imperium Mall Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, jurusan Public Relation, Universitas Bunda Mulia (UBM) itu mengeluh kepada temannya mengenai tugas kuliahnya. Padahal, indeks prestasi (IP) Alvin mencapai 3,17.
Pada Senin 21 November 2011, seorang perempuan bernama Indah Haspriantini (36) melompat dari lantai tiga Apartemen Pallazo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Menurut keterangan calon suami korban, Mulyanto (39), sebelum melompat, Indah juga berusaha untuk bunuh diri dengan cara memotong pergelangan tangan kirinya dengan pisau cutter.
Sementara 4 Desember 2011 lalu, seorang pria bernama Kevin (35) melompat dari lantai 10 Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Polisi mengeluarkan pernyataan bahwa korban memang sudah berniat mengakhiri hidupnya.
Psikolog dari Universitas Indonesia, Tiwin Herman mengatakan, aksi bunuh diri dianggap sebagai jalan keluar dari rasa tertekan dan akumulasi masalah.
Bagi sebagian orang, bunuh diri terlihat sederhana, tapi bagi pelaku, aksi yang dilakukannya merupakan puncak rasa putus asa yang sulit dicari sisi positifnya, sehingga mereka terpaksa mengambil jalan pintas.
Tapi ada juga aksi bunuh diri yang dilakukan dengan tekad dan komitmen khusus. Ini seperti yang ditunjukkan para pelaku bom bunuh diri.
Menurut Tiwin, yang juga pengelola situs www.janganbunuhdiri.net, fenomena bunuh diri di pusat perbelanjaan berpotensi menular. Pemberitaan media dianggap bisa menginspirasi dan memberikan edukasi kepada seseorang untuk melakukan aksi bunuh diri.
"Pemberitaan media bisa menjadi edukasi bagi orang yang ingin bunuh diri. Media menjadi sumber inspirasi dan penularan. Namun sayang, mereka tidak pernah menyadari itu," katanya.
Efek dari tingkat kepedulian sosial yang makin turun di masyarakat juga ikut mempengaruhi. Banyak tantangan dalam kehidupan, kadang membuat kepedulian kepada lingkungan menjadi kecil.
Ditambahkan Tiwin, ada juga unsur balas dendam pada pelaku bunuh diri di tempat umum seperti di mal. Dengan peristiwa itu, korban seakan melimpahkan aib kepada keluarga atau orang lain yang dianggap sebagai penyebab aksi bunuh diri itu.
Beberapa tanda seseorang bisa 'dicurigai' akan melakukan aksi bunuh diri. Diantaranya adalah, adanya perubahan sikap dan emosi, sedikit bicara, sering murung, menyendiri sampai pada malas makan. Karena itu, masyarakat diminta lebih responsif dan tidak menjauhi. Bunuh diri hanyalah proses, dan yang perlu dicari adalah pemicunya.
Kasus Bunuh Diri 2011
Catatan Polda Metro Jaya, kasus bunuh diri dengan cara menggantung diri masih yang terbanyak. Disusul kemudian cara mengakhiri hidup dengan terjun bebas di pusat perbelanjaan dan lompat dari apartemen.
Hingga November 2011, ada 102 orang yang mengakhiri hidup karena berbagai masalah. Soal asmara masih jadi alasan klasik dari sebagian pelaku yang tercatat masih remaja.
Jumlah pelaku bunuh diri dengan gantung diri mencapai 76 orang, dan lompat dari gedung tinggi sebanyak delapan orang. Disusul kemudian tembak diri, minum racun, potong nadi, dan bakar diri.
Aksi nekad pada awal tahun, dilakukan Agus Wartono (35) di Blok M Square pada Senin, 3 Januari 2011. Warga Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan itu, diduga kuat lompat dari lantai 6 mal lantaran tidak tahan dengan penyakit stroke ringan yang sudah lama dideritanya.
Sebelum lompat, karyawan bagian tata usaha SMP Islam Al-iklas Cipete, sempat bertanya kepada petugas keamanan mengenai keberadaan mushala. Sekitar pukul 11.35 WIB, Agus terlihat menaiki pagar pembatas yang tingginya hanya satu meter dan melompat.
Esok harinya, seorang pria bernama Hendrik Cendana lompat dari lantai tiga Mal Gajah Mada Plaza, Jakarta Pusat. Hendrik merupakan pemilik bengkel dinamo di kawasan Tambora, Jakarta Pusat. Sebelum kematiannya, Hendrik sempat membuka toko dan berpamitan pergi.
Menurut kerabat korban, selama sepekan ini Hendrik terlihat depresi dan kebingungan. Beberapa bulan sebelumnya, lelaki berusia 41 tahun itu telihat seperti orang yang mengalami gangguan jiwa. Dia mengamuk dan mengancam banyak orang.
Hanya berselang bebera jam, aksi terjun bebas dilakukan Iwan (37) dari lantai 9 Hotel Boetiq, kamar 906, Jalan S Parman, Tomang, Jakarta Barat. Tapi Iwan selamat.
Dari keterangan istri korban, ada sejumlah persoalan keluarga yang membuat Iwan depresi, dan mencoba menyelesaikan dengan cara bunuh diri.
Sementara bunuh diri dengan cara yang sama dilakukan Willy Sadoko Wibowo. Lelaki 30 tahun ini lompat dari Apartemen Istana Hormoni, Jakarta Pusat, pada Selasa, 22 Februari 2011.
Dari keterangan kekasih korban yang bernama Wein Dan, Willy mengalami depresi setelah ajakan nikahnya ditolak Wein. Akibat pengaruh alkohol, akhirnya tanpa pikir panjang dia langsung lompat dari jendela lantai 23 apartemen.
Cerita di balik aksi nekad yang dilakukan Innati Kusumo (52) pada Rabu, 2 Maret 2011, terbilang berbeda dengan kasus lain. Dari hasil penyelidikan polisi, Innati mengalami goncangan emosi yang berkepanjangan setelah memasuki masa menopause atau hilangnya masa kesuburan.
Innati terjun bebas dari lantai 21 Apartemen Mediterania Regency, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sebelum bunuh diri, Innati sempat menghubungi suaminya dan berpesan untuk menjaga tiga anaknya.
Kasus bunuh diri di Jakarta hampir terjadi dua kali dalam satu bulan. Jelang akhir tahun, kejadian bunuh diri dengan cara lompat dari pusat belanja juga sering terjadi.
Pada Kamis, 29 September 2011, pemuda 22 tahun bernama Tjen Alvin, mengakhiri hidup dengan cara lompat dari lantai tujuh Imperium Mall Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, jurusan Public Relation, Universitas Bunda Mulia (UBM) itu mengeluh kepada temannya mengenai tugas kuliahnya. Padahal, indeks prestasi (IP) Alvin mencapai 3,17.
Pada Senin 21 November 2011, seorang perempuan bernama Indah Haspriantini (36) melompat dari lantai tiga Apartemen Pallazo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Menurut keterangan calon suami korban, Mulyanto (39), sebelum melompat, Indah juga berusaha untuk bunuh diri dengan cara memotong pergelangan tangan kirinya dengan pisau cutter.
Sementara 4 Desember 2011 lalu, seorang pria bernama Kevin (35) melompat dari lantai 10 Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Polisi mengeluarkan pernyataan bahwa korban memang sudah berniat mengakhiri hidupnya.
Psikolog dari Universitas Indonesia, Tiwin Herman mengatakan, aksi bunuh diri dianggap sebagai jalan keluar dari rasa tertekan dan akumulasi masalah.
Bagi sebagian orang, bunuh diri terlihat sederhana, tapi bagi pelaku, aksi yang dilakukannya merupakan puncak rasa putus asa yang sulit dicari sisi positifnya, sehingga mereka terpaksa mengambil jalan pintas.
Tapi ada juga aksi bunuh diri yang dilakukan dengan tekad dan komitmen khusus. Ini seperti yang ditunjukkan para pelaku bom bunuh diri.
Menurut Tiwin, yang juga pengelola situs www.janganbunuhdiri.net, fenomena bunuh diri di pusat perbelanjaan berpotensi menular. Pemberitaan media dianggap bisa menginspirasi dan memberikan edukasi kepada seseorang untuk melakukan aksi bunuh diri.
"Pemberitaan media bisa menjadi edukasi bagi orang yang ingin bunuh diri. Media menjadi sumber inspirasi dan penularan. Namun sayang, mereka tidak pernah menyadari itu," katanya.
Efek dari tingkat kepedulian sosial yang makin turun di masyarakat juga ikut mempengaruhi. Banyak tantangan dalam kehidupan, kadang membuat kepedulian kepada lingkungan menjadi kecil.
Ditambahkan Tiwin, ada juga unsur balas dendam pada pelaku bunuh diri di tempat umum seperti di mal. Dengan peristiwa itu, korban seakan melimpahkan aib kepada keluarga atau orang lain yang dianggap sebagai penyebab aksi bunuh diri itu.
Beberapa tanda seseorang bisa 'dicurigai' akan melakukan aksi bunuh diri. Diantaranya adalah, adanya perubahan sikap dan emosi, sedikit bicara, sering murung, menyendiri sampai pada malas makan. Karena itu, masyarakat diminta lebih responsif dan tidak menjauhi. Bunuh diri hanyalah proses, dan yang perlu dicari adalah pemicunya.
Kasus Bunuh Diri 2011
1. Gantung Diri sebanyak 76 kasus
Januari: 6
Februari: 10
Maret: 8
April: 6
Mei: 8
Juni: 6
Juli: 10
Agustus: 6
September: 3
Oktober: 9
November:4
2. Minum Racun ada tiga kasus:
Februari: 2
Mei: 1
November: 1
3. Terjun diri delapan kasus:
Februari: 2
Maret: 2
April: 1
Mei: 1
September: 1
Oktober: 1
4. Potong Nadi ada dua kasus:
Februari: 1
November: 1
5. Bakar diri satu kasus.
6. Tembak diri ada 2 kasus.
Februari: 1
September: 1
Grafik Bunuh Diri 2011:
Januari: 16
Februari: 16
Maret: 10
April: 7
Mei: 10
Juni: 6
Juli: 10
Agustus: 6
September: 5
Oktober: 10
November: 6
2010:
Januari: 14
Feb: 16
Maret: 11
April: 8
Mei: 13
Juni: 9
Juli: 13
Agustus: 14
September: 3
Oktober: 4
November:5
Desember: 12
Sumber: Polda Metro Jaya.
Januari: 6
Februari: 10
Maret: 8
April: 6
Mei: 8
Juni: 6
Juli: 10
Agustus: 6
September: 3
Oktober: 9
November:4
2. Minum Racun ada tiga kasus:
Februari: 2
Mei: 1
November: 1
3. Terjun diri delapan kasus:
Februari: 2
Maret: 2
April: 1
Mei: 1
September: 1
Oktober: 1
4. Potong Nadi ada dua kasus:
Februari: 1
November: 1
5. Bakar diri satu kasus.
6. Tembak diri ada 2 kasus.
Februari: 1
September: 1
Grafik Bunuh Diri 2011:
Januari: 16
Februari: 16
Maret: 10
April: 7
Mei: 10
Juni: 6
Juli: 10
Agustus: 6
September: 5
Oktober: 10
November: 6
2010:
Januari: 14
Feb: 16
Maret: 11
April: 8
Mei: 13
Juni: 9
Juli: 13
Agustus: 14
September: 3
Oktober: 4
November:5
Desember: 12
Sumber: Polda Metro Jaya.
Langganan:
Postingan (Atom)