VIVAnews - Dikenal aktif memungut dan membocorkan kawat diplomatik, WikiLeaks tak terlihat akan stop beroperasi. Meski sang pentolan, Julian Assange, pernah dicokok di Inggris oleh pihak berwajib, khalayak luas agaknya masih akan terus dipasok data-data rahasia.
Baru-baru ini, WikiLeaks meluncurkan proyek baru yang mengungkap tabir keburukan banyak perusahaan keamanan. Dalam laporannya, situs 'infak' data rahasia itu menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan keamanan aktif memperdagangkan informasi yang mereka dapatkan dengan cara mengawasi aktivitas pengguna telepon seluler (ponsel) dan komputer.
Seturut dengan dirilisnya "Spy Files", Assange menegaskan, "Faktanya, kontraktor intelijen menjual secara massal sistem pengawasan itu ke banyak negara di dunia."
Si pendiri WikiLeaks itu mengingatkan masyarakat internasional bahwa lebih dari 150 organisasi di antero bumi mampu menggunakan ponsel sebagai alat pelacak sekaligus peretas layanan SMS. Tak hanya itu, mereka juga tak sungkan menyadap panggilan telepon.
Pada tahap selanjutnya, ratusan organisasi itu menjual gelondongan data dari seluruh pengguna ponsel.
Proyek "SpyFiles" merupakan kerja sama antara syfiles.org, Privacy International, dan organisasi media dari enam negara, termasuk The Bureau of Investigative Journalism, Inggris. 287 dokumen telah siap dirilis.
Industri rahasia yang mengungkap data-data personal itu, menurut WikiLeaks, berharga miliaran dollar. Kemunculannya mulai ramai sejak tragedi 11 September 2001, ketika menara kembar World Trade Center (WTC) luluh lantak diserang teroris.
Assange mendengus, "Siapa yang pakai iPhone? Siapa punya BlackBerry? Siapa yang buka email lewat Gmail? Saudara-saudara, Anda mati kutu."
Ia beralasan bahwa detil informasi pribadi para pengguna gadget dan layanan surat elektronik (surel) yang ia sebutkan sedang diperjualbelikan oleh kontraktor intelijen.