BANGKOK (Pos Kota) – Pengadilan di Thailand menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun kepada seorang pria berusia 61 tahun karena mengirim SMS yang dianggap menghina kerajaan.
Ampon Tangnoppakul dinyatakan bersalah mengirimkan empat pesan pendek kepada seorang pejabat yang saat itu bekerja untuk mantan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, pada puncak protes antipemerintah tahun lalu.
Ampon menghadapi dakwaan berdasarkan undang-undang kejahatan komputer dan undang-undang perlindungan reputasi kerajaan. Ia ditahan Agustus tahun lalu dan menyatakan tidak bersalah atas dakwaan itu.
Setelah ditahan, Biro Penyelidikan Thailand mengatakan pesan SMS itu “tidak layak dan dianggap menghina kerajaan dan membuat kesal pihak yang menerima.” Adapun isi SMS yang dimaksud tidak dijelaskan secara terperinci.
Keluarga kerajaan merupakan subjek yang sangat peka di Thailand. Raja Bhumibol, yang memegang tahta sejak 1950, sempat tampil di depan umum sejak masuk rumah sakit September 2009.
Pada mulanya ia dirawat karena radang paru-paru dan ia disebutkan harus tetap dirawat untuk terapi fisik dan gizi untuk memulihkan kondisinya.Raja Bhumibol Aduljadej dirawat di rumah sakit dalam dua tahun terakhir.
Raja Bhumibol Adulyadej, 83 tahun, adalah raja yang paling lama bertahta di dunia dan sangat dihormati warga Thailand.
Sejumlah akademisi menyatakan dalam tahun-tahun terakhir semakin banyak kasus penghinaan terhadap kerajaan. Organisasi-organisasi hak asasi manusia menyatakan prihatin bahwa undang-undang itu digunakan untuk menekan kebebasan berekspresi di bawah pemerintahan sebelumnya.
Bulan lalu, seorang warga Amerika Serikat kelahiran Thailand mengaku bersalah karena menghina monarki. Joe Wichai Commart Gordon ditahan bulan Mei lalu saat liburan di Thailand.
Ia dituduh menaruh taut atas terjemahan buku yang dilarang di blognya. Ia juga dituduh menerbitkan materi yang dianggap menghina saat tinggal di Amerika.
Utusan khusus PBB untuk kebebasan berekspresi Frank La Rue mendesak Thailand mengamandemen undang-undang yang terkait kerajaan ini.
Menyusul seruan PBB ini, Kementerian Luar Negeri Thailand mengakui bahwa undang-undang itu kemungkinan disalahgunakan namun tetap menekankan bahwa tujuannya untuk melindungi kerajaan, bukan membatasi kebebasan berbicara.
Chiranuch Premchaiporn, editor situs internet juga menghadapi hukuman penjara 20 tahun dengan dakwaan terkait kerajaan di situsnya. Namun taut di situs Chiranuch itu dicantumkan oleh orang lain.
Ia menolak dakwaan yang menyebutkan ia tidak segera mencabut 10 komentar orang lain yang dianggap mengkritik kerajaan, di situsnya pada 2008.