|
|
Merpati ( Columba livia domestica) atau burung dara alias doro dalam bahasa Jawa, japati menurut bahasa Sunda, dan pigeon atau dove dalam bahasa Inggris adalah makhluk Tuhan dari kerajaan Animalia, filum Chordata, kelas Aves, ordo Columbiformes dan family Columbidaes, masih bersaudara dengan perkutut atau kutut, burung tekukur atau derkuku dan puter. Merpati dijadikan simbol kesetiaan, karena hanya bermonogami tak berpoligami baik poliandri atau poligini, tak mau berselingkuh atau bertindak serong dengan pihak lain atau mengkhianati pasangannya. Merpati putih yang mematuk setangkai padi atau gandum menyimbolkan perdamaian dunia, entah apa filosofinya? Yang jelas bulir padi-padian dan jagung bisa diartikan sebagai lambang kesejahteraan atau kesuburan. Pasangan suami istri yang susah memiliki keturunan, sering menitipkan butiran jagung kepada kerabat yang sedang pergi haji ke tanah suci. Di areal kompleks Masjidil Haram di dekat ka’bah, si kerabat itu menyebarkan bulir-bulir jagung untuk dimakan para merpati yang sering berlalu-lalang di tempat suci itu. Dengan lelaku demikian si suami istri tadi berharap akan segera mendapatkan momongan.
Filosofi setia, damai sekaligus magis dari burung tersebut menginsiparasi penggubah lagu untuk menciptakan tembang indah, seperti dalam lagu Merpati Putih yang dinyanyikan Chrisye sebagai sound track film Badai Pasti Berlalu, atau dalam lagu jazz dangdut dengan judul yang sama dibawakan oleh Ike Nurjanah, atau juga lagu Merpati Tak Pernah Ingkar Janji yang didendangkan oleh Paramitha Rusady hingga lagu rock balada White Dove oleh group Scorpions dari Jerman.
Saat kecil , saya sering terkagum-kagum oleh gambaran merpati pos di majalah Bobo atau Kuncup yang digambarkan sebagai burung yang bisa menggantikan peran tukang pos mengantarkan surat-surat ke mana si Tuan mau. Si burung digambarkan bak tukang pos yang sedang bertengger di kotak bis surat di depan rumah yang dituju sambil mematuk sebuah amplop berbingkai warna merah biru berselang-seling bertulis par avion by air mail tanpa prangko dan stempel pos di pojok kanan atas. Bagaimana bisa? Pikirku saat itu.
Ketika memasuki bangku kuliah saya berkesempatan mengunjungi Museum Brawijaya di kota Malang. Museum milik TNI Angkatan Darat itu menyimpan artefak-artefak dari jaman perjuangan melawan penjajah Indonesia hingga jaman akhir tahun 1960-an ketika pasukan TNI menumpas sisa-sisa Gerakan 30 September PKI di Blitar Selatan dengan Operasi Trisulanya. Di salah satu almari kaca koleksi museum ketemukan sepasang burung merpati pos yang diawetkan setelah mati berpuluh-puluh tahun sebelumnya. Merpati pos tadi dulu dipakai tentara sebagai kurir untuk mengantarkan pesan-pesan rahasia kepada sesame pejuang Indonesia. Dari situlah baru kupahami teknis bagaimana merpati pos itu bekerja. Burung merpati tersebut sering dibawa-bawa pejuang selama revolusi fisik untuk mengantarkan berita atau pesan penting saat dia harus bertugas meninggalkan markas. Saat dibutuhkan, dia tinggal menulis sebuah pesan yang ditulis dalam carik kertas kecil kemudian dilinting dan dimasukkan dalam buluh bambu kecil yang diikatkan di salah satu kaki merpati pos tadi. Setelah itu burungpun dilepaskan dan terbang tinggi. Meski telah terpisah dengan pasangannya yang menunggunya di kandang sejauh berpuluh-puluh mil, dia tak akan lupa jalan atau tersesat untuk kembali kepada pasangannya yang menunggu di kandang yang dipasang di markas tentara tadi. Kembalinya burung merpati pos tadi ke kandang mengisyaratkan datangnya berita baru dari kawan seperjuangan yang tengah bertugas jauh dengan mendapatkan pesan yang ia bawa di kakinya. Dari filsafat tersebut Kantor pos dan giro mengambil gambar merpati sebagai logo perusahaan pelayanan surat pengiriman uang dan barang.