4 Pelajar SMP Gelar Pesta Seks di Sekolah

Rabu, 02 November 2011




GUNUNGKIDUL - Dunia pendidikan kembali tercoreng. Empat orang pelajar SMP di Gunungkidul, Yogyakarta, menggelar pesta miras dan seks, di sebuah sekolah. Yang menarik, miras tersebut diperoleh dari warung milik seorang anggota polisi.

Dari informasi yang dihimpun, kejadian bermula saat sepulang sekolah Jumat 28 Oktober kemarin, E (14), Tt (16), dan Yy (15), berkumpul di sebuah kuburan desa Baleharjo, Wonosari. Ketiganya lantas membeli miras jenis ciu yang dicampur dengan minuman bersoda.

"Awalnya kami nongkrong, lalu disuruh yahya membeli ciu aya beli di warungnya pak polisi namanya pak Azis," kata Tt, dihadapan petugas, Sabtu (29/10/2011).

Setelah itu, Yy menyuruh keduanya menjemput salah seorang teman wanitanya, Rus (15), untuk diajak bergabung dalam pesta miras itu. Rus pun datang dan karena takut ketahuan orang sekitar, keempat bocah itu pindah ke kuburan Cina yang letaknya jauh lebih sepi, di desa Jeruksari.

Saat mabuk berat, keempatnya kembali pindah di SMPN 2 Karangmojo ”Di sana kami meneruskan minum, dan menghabiskan dua botol, kemudian kami pindah ke sekolah, karena Rus diajak latihan Basket oleh Va temannya,” ujar dia.

Melihat salah satu ruang kelas tidak dikunci, keempatnya berinisiatif masuk. Sementara untuk mengelabuhi warga, mereka membiarkan Va bermain basket sendiri.

Tt menambahkan, saat keempatnya “berpesta” E berinisiatif merekam adekan tidak senonoh itu menggunakan telepon genggam.”Yy, dan Rus ‘main’, saya dan E hanya mengamati, dan kemudian diajak untuk ikut,” tuturnya.

Hal senada disampaikan E. Bocah yang masih duduk di kelas II SMP pun mengaku hanya melihat Yh melakukan adegan tersebut. Dia kemudian diminta untuk menyalakan video di HP yang dibawanya. ”Saya memang merekamnya,” ucapnya.

Namun saat asyik "bermain", keempatnya kepergok salah seorang penjaga sekolah lalu digiring ke Mapolres Gunungkidul. Rus yang syok langsung pingsan dan sempat dibawa ke RSUD Wonosari.

”Kita masih periksa pelaku, di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres,” terang Kapolres Gunungkidul Asep Nalaludin Menurut Asep, dalam kasus ini tetap akan diberlakukan UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan permpuan dan anak. ”Pelaku kan juga masih anak-anak,” katanya.

Disingguung soal penjual miras yang merupakan anggota polisi, Asep mengaku akan melakukan penyelidikan.”Saya malah baru tahu kalau ada anggota yang menjual, kita berjanji akan menyelidiki,”ujarnya.

Menurutnya, jika memang terbukti ada anggota polisi yang menjual miras, dirinya tidak segan untuk menjatuhkan hukuman berat. ”Saya pastikan akan menindak tegas jika ada anggota yang menjual miras,” tutupnya.



Sumber : klik disini

Kronologi Kontroversi Yayasan New 7 Wonders




 Kontroversi kebenaran keberadaan yayasan New7Wonders (N7W) masih terus bergulir. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bern, Swiss, menafikan yayasan yang disebutnya sebagai yayasan fiktif tersebut.

Dalam kronologi versi KBRI Bern yang diterimaVIVAnews, Rabu 2 November 2011, sejak awal penjajakan terlihat keganjilan, terutama pada pemungutan biaya untuk menjadi tuan rumah. Ini jugalah yang membuat Maladewa mundur dari pencalonan salah satu dari tujuh keajaiban dunia baru.

Menurut KBRI, pada Desember 2007, terpilih destinasi wisata di Indonesia yang masuk nominasi, yaitu Taman Nasional Komodo, Danau Toba dan Anak Gunung Krakatau bersama-sama dengan 440 nominasi dari 220 Negara.

Agustus 2008, Indonesia mendaftar sebagai salah satu panitia pendukung resmi dengan membayar biaya administrasi masing-masing destinasi sebesar US$199 atau sekitar Rp1,7 juta. Barulah pada 21 Juli 2001, Taman Nasional Komodo menjadi nominasi dari Indonesia dari 28 nominasi finalis lainnya.

Februari 2010, pihak N7W menawarkan kepada Indonesia untuk menjadi tuan rumah deklarasi N7W, yang rencananya dilaksanakan pada 11 November 2010. Setelah melakukan penjajakan, dan beberapa kali pertemuan, pada 25 November 2010 Indonesia menyatakan berminat menjadi tuan rumah.

Namun, pada 6 Desember 2010, pihak N7W menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah dengan satu syarat, yaitu harus membayar US$10 juta (Rp89,7 miliar). Lalu pada tanggal 29 Desember 2010 keluarlah ancaman dari pihak N7W.

"Kepala Komunikasi N7W, Eamon Fitzgerald memberikan batas waktu sampai 31 Januari 2011 agar Pemerintah Indonesia menyatakan kesediaannya menjadi tuan rumah. Jika sampai batas waktu itu tidak ada ketegasan, pihak N7W terpaksa akan menangguhkan status Taman Nasional Komodo sebagai finalis N7W," ujar pernyataan KBRI.

Atas keputusan N7W tersebut, Todung Mulya Lubis selaku kuasa hukum Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (dahulu Kembudpar) RI, pada 2 Februari 2011 melayangkan surat elektronik kepada pihak N7W dan memprotes rencana eliminasi Taman Nasional Komodo sebagai finalis.

"Surat tersebut ditanggapi pengacara N7W yang beralamat di London, lima hari kemudian. Isinya, TNK (Taman Nasional Komodo) tidak tereliminasi, melainkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tak lagi bisa menjadi official supporting committee (OSC)," tulis KBRI.

Pada 11 Februari 2011, pihak Todung meminta agar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif disertakan kembali menjadi panitia, tapi tidak ada jawaban. "Tetap masuknya TNK sebagai finalis tanpa keikutsertaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai OSC itu membuat harga diri sebagai bangsa dilecehkan," lanjut KBRI.

Salah satu dari 28 finalis, Maladewa, menarik diri dari kompetisi karena beratnya urusan finansial yang harus ditanggung. Kecurigaan pun dimulai.

"Pada 28 April 2011, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengutus 8 orang delegasi yang terdiri dari Pejabat kementerian, seorang pengacara dari Kantor Pengacara Lubis, Santosa & Maulana dan beberapa wartawan Nasional untuk mengadakan penyelidikan tentang keberadaan N7W," jelas KBRI.

Tim dari Jakarta yang dibantu oleh staff KBRI Bern, mengadakan kunjungan ke alamat yang  tertulis sebagai kantor Yayasan N7W: Hoschgasse 8, P.O. Box 1212, 8034 Zurich. Ternyata kode pos dari alamat yang diberikan tidak sesuai, seharusnya alamat itu adalah: Hoschgasse 8, P.O. Box 1212, 8008 Zurich, dimana terdapat museum Heidi Weber yang diarsiteki oleh Le Corbusier dan selesai dibangun pada tahun 1967. Museum itu hanya buka pada musim panas (Juni, Juli, Agustus).
"Sebagai yayasan, keberadaan N7W cukup unik. Yayasan ini tak jelas alamatnya, kecuali alamat e-mail-nya, hanya tertulis N7W berdiri di Panama, berbadan hukum Swiss, dan pengacaranya berada di Inggris. Di mata masyarakat Swiss sendiri Yayasan N7W tidak dikenal, dan bukan bagian dari UNESCO," demikian bunyi keterangan resmi KBRI.

Karena kejanggalan yayasan N7W, yang disinyalir yayasan "abal-abal" seperti disebutkan oleh Duta Besar RI untuk Swiss, Djoko Susilo, KBRI menghimbau agar masyarakat Indonesia tidak terjebak ke dalam permainan N7W.

KBRI mengatakan rakyat Indonesia seharusnya, "hanya mengakui UNESCO sebagai badan resmi yang memberikan atribusi "World Heritage" untuk mengangkat dunia pariwisata Indonesia sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat serta melindungi daerah konservasi".
Sumber: klikdisini
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...